Seorang bayi di Samarinda, Kalimantan Timur, dinyatakan positif mengonsumsi metamfetamin, sebuah jenis narkoba. Awalnya, keluarga bayi tersebut mengira bahwa bayi tersebut sedang mengalami kesurupan.
Bayi ini diketahui positif narkoba berdasarkan gejala yang muncul, seperti halusinasi, dua hari tidak bisa tidur, dan kehilangan nafsu makan.
“Gejalanya termasuk aktif, tidak dapat diam, terus-menerus mengoceh, dan tidak mau tidur. Pada awalnya, ibu bayi tersebut mengira bahwa anaknya sedang kesurupan,” ujar Rina Zainun, Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, seperti yang dilansir oleh detikHealth pada Senin (12/6/2023).
Bayi ini terdeteksi positif menggunakan narkoba setelah diberi minuman dari sebotol air oleh tetangganya karena merasa haus. Setelah minum dari botol tersebut, gejala-gejala tersebut mulai muncul dan hasil tes urine di Rumah Sakit Jiwa Samarinda menunjukkan hasil positif penggunaan narkoba.
Menurut Prof. Zullies Ikawati, seorang pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada, metamfetamin termasuk dalam kelompok stimulan yang mempengaruhi sistem saraf, sehingga bayi tersebut dapat mengalami gangguan psikosis.
“Selain itu, obat tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan menimbulkan efek seperti gejala psikosis atau kejiwaan, termasuk halusinasi, perubahan perilaku, kecemasan yang berlebihan, kepekaan yang meningkat, atau agresif, serta bisa menyebabkan hiperaktif,” ungkapnya saat dihubungi oleh detikcom pada Minggu (11/6).
Prof. Zullies menilai bahwa hal tersebut tidak akan berakibat fatal jika tindakan yang tepat segera diambil. Namun, situasinya akan berbeda jika dosis yang diberikan cukup tinggi.
“Jika dosisnya berlebihan, dapat berakibat fatal,” tambahnya.
Sementara itu, proses pemulihan setiap individu bergantung pada kemampuan metabolisme masing-masing. Dalam kasus ini, diketahui bahwa bayi hanya terpapar sekali, sehingga peluang pemulihannya lebih besar dan lebih cepat.
“Yang pasti perlu diterapi sesuai dengan gejala yang muncul, sambil menunggu obat tersebut tereliminasi dari tubuh,” lanjutnya.
“Prinsipnya, semua obat dapat tereliminasi dari tubuh, hanya saja lamanya berbeda antara obat dan individu, tergantung pada kemampuan metabolisme dan eliminasi tubuh,” jelasnya.